Senin, 25 Mei 2009

Kesadaran Akan Manfaat Susu Masih Kurang

SUSU mengandung kelengkapan lima gizi utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Namun, konsumsi susu orang Indonesia saat ini masih sangat rendah, yaitu sekitar dua gelas per orang setiap bulan. Jadi kalau dirata-ratakan, setiap harinya orang Indonesia cuma minum dua-tiga sendok.
Sementara Malaysia, kata Heiko Schipper, Marketing PT Nestle Indonesia, mengonsumsi susu lima kali lebih banyak atau setara dengan 10 gelas per orang setiap bulan. Orang Thailand mengonsumsi sembilan gelas, dan orang Filipina delapan gelas per orang setiap bulan.
“Kalau dihitung tingkat dunia, konsumsi perkapita per tahun adalah 40 liter. Thailand 21 liter per kapita per tahun. Filipina juga 21 liter per tahun. Sementara Indonesia cuma lima liter perkapita per tahun,” kata Schipper kepada Media.
Rendahnya konsumsi susu di Indonesia itu, Menurut Schipper, disebabkan banyak faktor, misalnya, susu dianggap mahal, sehingga daya beli masyarakat kecil. Tetapi, bisa juga akibat kurangnya pemahaman akan manfaat susu.

“Kalau penyebabnya mahal, kenapa Filipina yang tingkat perekonomiannya hampir sama bisa tinggi konsumsi susunya ? Berarti pemahanan akan pentingnya susu buat kesehatan yang kurang. Jadi, bukan masalah harga,” lanjut Schipper.
Untuk itu lanjutnya, pendidikan penting guna menyadari masyarakat akan pentingnya susu. Ia juga mengatakan untuk anak-anak jenis susu bubuk lebih baik ketimbang kental manis. Karena susu bubuk sedikit mengandung gula. Sedangkan susu kental manis lebih cocok untuk membuat kue, kopi, dan lain sebagainya.
Bagi orang Indonesia, sebetulnya pentingnya manfaat susu sudah disadari sejak dahulu. Cuma, ada sebagian masyarakat yang merasa enek ketika berhadapan dengan susu. Untuk itu, kata praktisi gizi Rienani S Mahadi, susu bisa dicampur dengan makanan lain, misalnya es krim yang banyak mengandung susu, puding, cake, kue-kue kering, dan makanan lainnya.
Di lain pihak, Indah Soelistyawati, Marketing PT Nestle Indonesia mengatakan, idealnya, tiap orang minum susu dua gelas per orang per hari. Berarti sebulan 60 gelas susu. Jadi, kalau tiap keluarga terdiri dari dua anak dan dua orang tua, berarti sekitar 240 (60x4) gelas dibutuhkan dalam sebulan.
Bagi orang yang berpenghasilan tidak tetap, susu memang dianggap mahal. Misalnya, kemasan 400 gr saja harganya sekitar Rp 15.000, paling lama habis dikonsumsi selama dua pekan. “Harga ini tentu saja mahal bagi pegawai rendahan, namun sekarang Nestle juga menyediakan kemasan ekonomis ini cocok buat buruh harian,” ujar Ibu Indah.


Sementara itu, Ir ThomasDharmawan, Excutive Director Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengatakan, rendahnya angka konsumsi susu di Indonesia disebabkan harga susu cenderung tinggi, dan rakyat Indonesia sebagian memiliki alergi terhadap laktosa.
“Laktosa merupakan gula yang terkandung dalam susu. Zat ini yang tidak mungkin ditemukan dalam kandungan makanan lain. Laktosa terdiri atas glukosa dan galaktosa,” tambah Thomas.
Namun begitu, lanjut Thomas, konsumsi susu di Indonesia sebetulnya selalu mengalami perubahan, contoh paling nyata adalah waktu krisis ekonomi. Jumlah konsumen susu turun drastis. Hal itu, jelas Thomas, dikarenakan mahalnya biaya kemasan yanag dipakai dalam pengolahan susu, terutama susu impor
Lebih lanjut Thomas menjelaskan konsumsi per kapita Indonesia pada tahun 1997 cuma mencapai 474 gr. Tetapi di tahun 1998 merosot sampai 375 g. Tahun 2000 konsumsi susu meningkat lagi hingga mencapai 80,788 ton. Angka tersebut terus meningkat, dan pada tahun 2003 diperkirakan bisa mencapai 100,565 ton.
“Diharapkan konsumsi per kapita akan meningkat kembali diiringi meningkatnya pendapatan masyarakat.”
Pasar susu
Proudk susu nasional pada tahun 1999 mencapai 436 ribu ton, pada tahun 2000 mengalami peningkatan hingga 497,87 ribu ton. Dan di tahun 2001, lanjut Thomas, produksi susu nasional diharapkan mencapai 531,87 ribu ton.
Dari berbagai jenis susu yang telah dipabrikan, jelasnya lagi, susu bubuk menempati urutan pertama dalam tingkat produksinya dibanding jenis susu lainnya, seperti susu kental manis, atau susu murni.
“Tingginya tingkat produksi susu bubuk disebabkan luasnya jaringan pasar yang dikuasai oleh susu bubuk. Selain itu, jenis susu ini dapat dikonsumsi oleh semua umur dari bayi, orang dewasa, dan manula,” kata thomas, kepada Media.
Sedangkan urutan kedua, lanjutnya, ditempati susu lanjutan atau susu formula. Susu jenis ini memiliki tingkat produksi 20,079 ton pada tahun 1997, namun tahun 1998 turun, karena adanya gejolak ekonomi yang menyebabkan meningkatnya harga. Pada tahun ini produksi susu lanjutan mencapai angka 15,367 ton dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2000 dengan angka 15,858 ton. Sementara produksi susu bayi hanya 1,842 ton pada 1997 dan untuk susu lanjutan mencapai 7,329 ton pada tahun yang sama.
Tetap impor
Dikatakan konsumsi susu di Indonesia masih rendah, yaitu cuma 1,391 ton di tahun 1996, namun begitu untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, impor susu masih dilakukan dalam jumlah cukup besar. Karena produksi susu dalam negeri di tahun yang sama hanya mencapai 380 ribu ton. Impor juga cenderung meningkat melihat konsumsi susu di Indonesia juga terus meningkat, kecuali ketika krisis moneter mengalami penurunan. Di tahun 1997-1999, misalnya, terlihat turun, yaitu 1,275 ton, kemudian turun lagi jadi 1,030 ton, dan di tahun 1999 juga cuma 1,258 ton. Baru di tahun 2000 meningkat jadi 1,537 ton dan 1,869 ton di tahun 2001. Sementara untuk produksi susu juga mengalami penurunan, baru tahun 2000 dan 2001 naik jadi 395 ribu ton dan 435 ribu ton.
“Dapat dikatakan hasil produksi susu dalam negeri tidak mencukupi jumlah konsumsi susu nasional. Karena itu Indonesia masih membutuhkan impor susu,” tegas Thomas.
Sementara itu, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukan, jumlah impor susu bubuk tahun 1997 mencapai 45,681 ton dengan harga US$91,8juta. Jumlah impor pada tahun 1998 mengalami penurunan dengan angka 37,589 ton, namun pada tahun ini jumlah harga yang dibayar Indonesia kepada negara importir mengalami kenaikan yaitu US$121,6juta. Sementara pada tahun 1999 tercatat 55,048 ton dengan harga US$80,7 juta.
Menurut Thomas susu yang didatangkan dari luar negeri masih harus diproses atau diolah kembali. Biasanya ada perusahaan lokal yang menangani pengolahan susu impor ini. Pengolahan kembali ini, lanjutnya, penting karena dikhawatirkan dalam perjalanan ke Indonesia terkontaminasi suatu penyakit.

Negara yang menjadi pemasok kebutuhan susu Indonesia menurut data yang tercatat di BPS adalah Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Australia pada tahun 1998 mengekspor 11,433 ton dengan harga US$18,57 juta dan pada tahun 1999 mengalami kenaikan sampai 13,913 ton dengan harga US$18,6 juta.
Cenderung membebaskan
Menurut Thomas, pemerintah sejak Januari 1998 sampai saat ini 2009 melalui peraturan no.4/1998 telah mengatur koordinasi, bimbingan, dan pengembangan perusahaan susu di Indonesia. Peraturan tersebut lanjutnya, termasuk mengatur pengendalian susu impor, obligasi pengemasan susu di dalam negeri yang kini berada di luar tanggung jawab pemerintah.
“Peraturan ini cendeung membebaskan pasar susu, pemerintah hanya meninjau saja. Tidak ada lagi yang mengikat pasaran susu di dalam negeri selama itu tidak melanggar peraturan yang berlaku. Jika industri susu akan menjual produknya pada pihaklain, pemerintah tidak diperkenankan ikut campur dalam menentukan harga. Yang berhak dalam menentukan harga adalah dua pihak yang terkait,” jelas Thomas.

Sumber: Media Indonesia, okezone, detikcom,dan bermacam sumber lainnya.(van 2005110140)

Jangan rusak fasilitas umum!


Van/2005110140, Pernahkah Anda menjumpai fasilitas umum yang rusak atau hilang? Hari ini dipasang, seminggu kemudian sudah rusak atau hilang. Sekarang diperbaiki, besok sudah rusak lagi. Yang demikian ini sering menimpa fasilitas umum di Jakarta, khususnya yang berhubungan dengan prasarana lalu lintas. Misalnya Halte, rambu-rambu lalu lintas, traffic light, tongkat penyeberangan dan sebagainya.
Seperti gambar di atas ini, salah satu Halte yang sangat tidak terawat, seperti habis kena peperangan. Tapi coba perhatikan, tidak ada satupun yang menampakkan kerapian tempat tersebut. Halte ini berada di Jalan Raya Lenteng Agung. Di jalan yang hampir setiap saat selalu padat tersebut terdapat sebuah zebra cross, menghubungkan antara Halte dengan Stasiun Kereta Tanjung Barat Lenteng Agung. Di ujung-ujung zebra cross tersebut-lah Halte ini berada.
Bukan itu saja, ketidak rapian tempat tersebut sering ditambah juga dengan para sopir angkot menurunkan penumpangnya senbarangan. Akibatnya ketika arus jalan lagi rame, kemacetan di depan halte tersebut tidak terelakkan lagi. Ini mengakibatkan kemacetan dan keruwetan di sempanjang jalan tersebut.
Seperti kata Bang Napi, kejahatan bukan hanya karena adanya niat dari pelaku, tapi juga karena adanya kesempatan. Pengawasan terhadap fasilitas umum tersebut memang masih kurang. Namun sebagai warga kota yang baik, sudah seharusnya kita ikut menjaga dan mengawasi fasilitas umum tersebut. Jangan malah ikut-ikutan merusak atau mengabaikannya bergitu saja!
Bagaimana menurut Anda?